Kamis, 11 Juni 2009

RAHASIA KEDOKTERAN

RAHASIA KEDOKTERAN

Rahasia kedokteran diatur dalam beberapa peraturan/ketetapan yaitu:1. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1963 untuk dokter gigi yang menetapkan bahwa tenaga kesehatan termasuk mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaaan, pengobatan, dan/atau perawatan diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran. Versi lafal sumpah dokter ini juga diintroduksikan oleh World Medical Association yang berbunyi : ”I will respect the secrets which are confided in me, even after the patient has died” Pada tahun 1968 di Sydney dirumuskan Internasional Code of Medical Ethics : ” A doctor shall preserve absolute secrecy on all he knows about his patient because the confidence entrusted in him”. Sedangkan pada tahun 1981 Declaration of Lisbon merumuskan : ” The patient has the right to expect that his physician will respect the confidential nature of all his medical and personal details”
2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1960 tentang Lafal Sumpah Dokter juga disebutkan dalam lafal sumpahnya bahwa “dokter harus merahasiakan segala sesuatu yang ia ketahui karena pekerjaaan dan karena keilmuannya sebagai dokter”.
3. Pasal 22 ayat (1) b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan diatur bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien. 4. Kode Etik Kedokteran dalam pasal 12 menetapkan: “setiap dokter wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia”.
Sesuai dengan ketentuan pasal 48 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ditetapkan sebagai berikut:
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Dan pasal 51 huruf c Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 adanya kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Berkaitan dengan pengungkapan rahasia kedokteran tersebut diatur dalam pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 Tentang Rekam Medis sebagai berikut: Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :
a. untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.
Mengenai rahasia kedokteran dikenal adanya trilogi rahasia kedokteran yang meliputi persetujuan tindakan kedokteran, rekam medis dan rahasia kedokteran karena keterkaitan satu sama lain. Jika menyangkut pengungkapan rahasia kedokteran maka harus ada izin pasien (consent) dan bahan rahasia kedokteran terdapat dalam berkas rekam medis.

Hak Akses
Hak akses pasien terhadap rahasia kedokteran didasarkan pada:
a. Data-data medik yang tercantum dalam berkas rekam medis . Rekam medis adalah data-data pribadi pasien yang merupakan tindak lanjut dari pengungkapan penyakit yang di derita oleh pasien kepada dokternya. Maka iapun berhak untuk memperoleh informasi untuk mengetahui apa saja yang dilakukan terhadap dirinya dalam rangka penyembuhannya. Hal ini sudah dijabarkan dalam Permenkes Nomor 290 Tahun 2008 tersebut pengaturan tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, dalam melakukan tindakan kedokteran dokter harus memberikan penjelasan sekurang-kurangnya mencakup:
1) Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
2) Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
3) Altematif tindakan lain, dan risikonya;
4) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6) Perkiraan pembiayaan.
b. Hubungan hukum antara dokter- pasien untuk berdaya upaya menyembuhkan pasien ( inspanning verbintenis ). Hak akses terhadap rahasia kedokteran bisa disimpulkan sebagai kelanjutan dari hak atas informasi. Atau berdasarkan itikad baik dari pihak dokternya untuk memberikan akses terhadap rekam mediknya yang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 diberikan dalam bentuk ringkasan rekam medis.
c. Hak akses terhadap rekam medis adalah sebagai kelanjutan dari kewajiban dokter untuk memberikan informasi kepada pasien.
Menurut Markenstein maka kepentingan pasien untuk melihat data-data rekam medis adalah :
a. kepentingan yang terletak di bidang finansial dalam arti untuk dapat menilai apakah ia boleh memperoleh pembayaran kembali ataupun ganti kerugian;b. kepentingan proses peradilan yang menurut rasa keadilan kedua pihak yang berperkara seharusnya mempunyai hak akses yang sama terhadap informasi yang relevan untuk diajukan pada proses peradilan;
c. kepetingan pengobatan yang diperlukan untuk meneruskan pengobatannya pada pemberi pelayanan lain atas dasar data-data yang ada;d. kepentingan yang bersangkutan dalam pengamanan yang menyangkut data pribadinya (privacy).

Hak Atas Privacy
Hak privacy ini bersifat umum dan berlaku untuk setiap orang. Inti dari hak ini adalah suatu hak atau kewenangan untuk tidak diganggu. Setiap orang berhak untuk tidak dicampuri urusan pribadinya oleh lain orang tanpa persetujuannya. Hak atas privacy disini berkaitan dengan hubungan terapeutik antara dokter-pasien ( fiduciary relationship ). Hubungan ini di dasarkan atas kepercayaan bahwa dokter itu akan berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan pengobatan. Pula kepercayaan bahwa penyakit yang di derita tidak akan diungkapkan lebih lanjut kepada orang lain tanpa persetujuannya. Dalam pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 diatur bahwa penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Hak Tolak Ungkap
Hak tolak ungkap adalah tejemahan terhadap istilah bahasa Belanda ”verschoningsrecht” yang diatur dalam berbagai peraturan yang menyangkut kewajiban menyimpan rahasia kedokteran. Artinya bagi si pemegang rahasia (orang yang dipercayakan suatu rahasia) diwajibkan untuk menyimpan dan tidak sembarangan mengungkapkan rahasia tersebut kepada orang lain tanpa izin pemilik. Ketentuan pidana yang berkaitan dengan pengungkapan rahasia kedokteran selain diatur dalam pasal 79 Undang Udang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran juga diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana sebagai berikut:
a. Pasal 224 KUHP Barang siapa dipanggil sebagai saksi ahli atau juru bahasa menurut undang-undang denagn sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang undang selaku demikian harus dipenuhinya ancaman:
(1) dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
(2) dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.
b. Pasal 322 KUHP Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
Menurut perumusan pasal 224 KUHP sesorang yang dipanggil oleh Pengadilan sebagai saksi ahli harus datang memenuhi panggilan menghadap untuk memberikan keterangan tentang sesuatu yang terletak di bidang keahliannya. Ini adalah kewajiban hukum bagi setiap orang termasuk juga profesi kedokteran.
Disamping itu KUHP pasal 322 memberi ancaman hukuman terhadap mereka yang dengan sengaja membocorkan rahasia yang seharusnya tidak diungkapkan kepada orang lain. Jika ia membocorkan rahasia itu maka orang yang dirugikan dapat mengadakan tuntutan atas dasar pasal 322 ini. Jika dilihat dari sudut rahasia kedokteran maka sekilas tampaknya seolah-olah ada dua peraturan yang bertentangan dalam ketentuan tersebut. Dalam hal ini jika terdapat suatu kasus dan dokter berpendapat bahwa demi kebaikan pasien rahasia kedokteran sebaiknya tidak diungkapkan maka dokter tersebut mempergunakan hak tolak ungkap yang diberikan berdasarkan ketentuan : pasal 1909 KUH Perdata,pasal 322 KUHP, pasal 170 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, dan kode etik, lafal sumpah dokter. Nantinya diserahkan kepada hakim untuk mempertimbangkan apakah dokter tersebut harus atau tidak mengungkapkan rahasia kedokteran, hal ini didasarkan pasal 170 ayat (2) KUHAP , jika hakim berpendapat bahwa dokter itu harus mengungkapkan maka dapat dianggap bahwa dokter itu dibebaskan dari kewajiban menyimpan rahasia kedokteran oleh Pengadilan. Ini juga sejalan dengan ketentuan dalam Undang Undang Praktik Kedokteran dan Permenkes tentang Rekam Medis.
Sementara itu menurut Prof Eck mengemukakan justifikasi pengungkapan rahasia kedokteran dapat didasarkan kerena:
a. Izin dari yang berhak ( pasien);
b. Keadaan mendesak atau terpaksa.
c. Peraturan Perundang-undangan;
d. Perintah jabatan yang sah.
Alasan penghapus pidana: pasal 48, 50,52 KUHP. Berkaitan dengan rahasia kedokteran ini memang tidak hanya menyangkut masalah hukum tetapi juga sarat dengan masalah etik, bagaimana jika suami datang ke praktik dokter diantar oleh isterinya sedang ternyata suami tersebut mengidap penyakit menular seksual, rahasia ini jika diungkapkan di depan isterinya dampaknya mungkin akan menimbulkan perpecahan rumah tangga. Dalam hal ini sebenarnya dapat dianggap sudah ada persetujuan dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan, karena mereka datang berdua. ( Leenen, 177) . Namun dalam hal ini sebaiknya dokter membicarakan terlebih dahulu dengan pasiennya ( suami ), apakah isterinya boleh mengetahui rahasia kedokteran tersebut. Secara teori sebenarnya dokter dapat tidak menjawab pertanyaan pasien tentang penyakitnya , dalam hal:
a. pada pemberian terapi placebo;
b. jika informasi yang diberikan bahkan akan merugikan atau memperburuk keadaan pasien itu sendiri;
c. apabila pasien belum dewasa;
d. pasien berada di bawah pengampuan . ( Leenen).
Juga persoalan lain misalnya seseorang menderita penyakit menular yang berpotensi wabah, ada pengecualian melalui kewajiban pelaporan penyakit wabah yang diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan meskipun prinsip privacy pasien tetap harus dijaga. Juga bagaimana jika rahasia kedokteran pasien sudah diungkapkan kepada media massa oleh pasien sendiri sehingga menyudutkan dokternya, seharusnya dokter mempunyai hak jawab karena rahasia kedokteran itu sudah diungkap oleh pasien itu sendiri.

1 komentar:

  1. Boleh tau ngga sumber artikel ini dari mana/dari buku mana?
    Terimakasih sebelumnya :)

    BalasHapus