Kamis, 11 Juni 2009

REKAM MEDIS SEBAGAI ALAT BUKTI

Dalam hukum pidana, kesalahan / kelalaian seseorang diukur dengan apakah pelaku tindak pidana itu mampu bertanggung jawab, yaitu bila tindakannya itu ditentukan oleh 3 ( tiga ) faktor. (Koeswadji, 1998 ).Yaitu :1. keadaan batin pelaku tindak pidana tersebut; 2. adanya hubungan batin antara pelaku tindak pidana tersebut dengan perbuatan yang dilakukannya, yang dapat berupa : a. kesengajaan ( dolus );atau b. kealpaan/kelalaian ( culpa ) ; dan 3. tidak adanya alasan pemaaf.
Apabila hal tersebut dikaitkan dengan pembuktian tentang ada tidaknya ke-3 ( tiga ) faktor tersebut pada pelaku tindak pidana, maka pelaku tindak pidana baru dapat dijatuhi pidana bila perbuatannya itu dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti menurut undang-undang, yaitu yang disebutkan oleh pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP , Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ). Alat bukti yang sah menurut undang-undang diatur dalam Pasal 184 terdiri dari , (1) keterangan saksi; (2) keterangan ahli; (3) surat ; (4) petunjuk; dan (5) keterangan terdakwa.
Indonesia menganut asas pembuktian negatif dalam hukum pidana, yang berarti bahwa seseorang tidak cukup untuk dinyatakan sebagai terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan ala t-alat bukti yang sah menurut undang - undang secara kumulatif, melainkan juga harus disertai dengan keyakinan hakim. Dalam kasus dimana dokter atau dokter gigi merupakan salah satu pihak ( kasus kesalahan/kelalaian dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan profesi ), salah satu kendala yang dihadapi dalam proses pembktian ialah keterangan ahli yang diatur dalam pasal 186 KUHAP. Keterangan ahli yang dimaksudkan disini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam satu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu ia menerima jabatan/pekerjaan tersebut. Apabila hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik/penuntut umum, maka pada waktu pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan sidang mengenai kebenaran keterangannya sebagai saksi ahli. Sumpah atau janji yang diberikan sebagai saksi ahli harus dibedakan dengan sumpah /janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan/ pekerjaan ( sumpah jabatan ). Keterangan ahli yang dimaksudkan oleh pasal 186 KUHAP tersebut bila dikaitkan dengan hubungan antara dokter atau dokter gigi dan pasien dapat dituangkan dalam bentuk baik tertulis maupun tidak tertulis . Keterangan ahli yang berwujud tertulis dapat berupa Rekam Medis( RM) yang dari segi formal merupakan himpunan catatan mengenai hal –hal yang berkait dengan riwayat perjalanan penyakit dan pengobatan/perawatan pasien. Sedangkan dari segi material, isi rekam medis meliputi identitas pasien, catatan tentang penyakit, hasil pemeriksaan laboratorik, foto rontgen, dan pemeriksaan USG. Hal ini secara jelas diatur dalam Permenkes RI Nomor 269 /2008 tentang Rekam Medis.
Fungsi legal dari rekam medis ialah karena rekam medis dapat berfungsi sebagai alat bukti bila terjadi silih pendapat / tuntutan dari pasien dan dilain pihak sebagai perlindungan hukum bagi dokter. Yang penting ialah bahwa rekam medis yang merupakan catatan mengenai dilakukannya tindakan medis tertentu itu secara implisit juga mengandung Persetujuan Tindakan Medik, karena tindakan medis tertentu itu tidak akan dilakukan bila tidak ada persetujuan dari pasien. Apabila rekam medis yang mempunyai multifungsi tersebut dikaitkan dengan pasal 184 KUHAP, maka rekam medis selain berfungsi sebagai alat bukti surat juga berfungsi sebagai alat bukti keterangan ahli yang dituangkan dan merupakan isi rekam medis. Permasalahannya ialah bahwa isi rekam medis adalah milik pasien dan dokter wajib menjaga kerahasiaannya. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada Pasal ayat (2) dan (3) Permenkes Nomor 269 /2008 adalah dalam bentuk ringkasan rekam medis. Ringkasan rekam medis tersebut dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu. Dalam keadaan tidak untuk kepentingan pengadilan maka ringkasan rekam medis tersebut yang diberikan. Pemaparan isi rekam medis dapat dilakukan apabila rekam medis diperlukan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi. Sesuai ketentuan pasal 10 Permenkes Nomor 269 /2008, informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal antara lain untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan.
Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam hal demikian , memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan, dokter , dokter gigi yang bertanggungjawab atas perawatan pasien atau pimpinan rumah sakit dapat memberikan fotokopi rekam medis disamping kesimpulan (yang merupakan pendapatnya). Mengenai fotocopy ini memang tidak ditegaskan dalam Permenkes Nomor 269/2008. Ini merupakan pendapat pakar hukum karena rekam medis berfungsi sebagai alat bukti surat maupun alat bukti keterangan ahli. Ini berarti bahwa hakim dapat menggunakan rekam medis tersebut sebagai alat bukti di sidang pengadilan, namun hal tersebut tidak mengikat sifatnya, dan masih tergantung pada penilaian hakim. Karena itu dalam asas hukum pidana Indonesia berlaku asas pembuktian negatif. Hal ini berarti bahwa rekam medis dapat digunakan sebagai dasar untuk membuktikan ada tidaknya kesalahan/kelalaian dokter/dokter gigi dalam melaksanakan profesi, dan di segi lain rekam medis dapat digunakan sebagai dasar pembelaan/perlindungan hukum bagi dokter/dokter gigi terhadap gugatan/tuntutan yang ditujukan kepadanya. Penggunaan rekam medis sebagai alat bukti di persidangan pengadilan dengan demikian hanya dimungkinkan apabila para pihak yaitu dokter atau dokter gigi pasien dan penuntut umum mengajukan rekam medis sebagai alat bukti untuk menemukan kebenaran material /kebenaran yang sejati, dan memperjelas ada tidaknya kesalahan/kelalaian dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan profesinya.
Dengan demikian rekam medis merupakan alat bukti bahwa dokter atau dokter gigi telah mengupayakan semaksimal mungkin melalui tahapan proses upaya pelayanan kesehatan sampai kepada satu pilihan terapi yang paling tepat yang berupa tindakan medis tertentu. Bagi pasien, rekam medis merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai dasar apakah tindakan medis tertentu yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadapnya itu sudah sesuai dengan standar profesi. Oleh karena itu semakin lengkap rekam medis semakin kuat fungsinya sebagai alat bukti yang memberikan perlindungan hukum bagi dokter atau dokter gigi.
Dari apa yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa rekam medis mempunyai fungsi ganda sebagi alat bukti, yaitu : 1. Sebagai alat bukti keterangan ahli ( Pasal 186 dan 187 KUHAP ). 2. Sebagai alat bukti surat ( Pasal 187 KUHAP ) Rekam medis adalah suatu kekuatan untuk dokter atau dokter gigi dan rumah sakit untuk membuktikan bahwa telah dilakukan upaya yang maksimal untuk menyembuhkan pasien sesuai dengan standar profesi kedokteran. ( Ameln, 1993).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar